Influenza,
yang lebih dikenal dengan sebutan flu, merupakan penyakit menular
yang disebabkan oleh virus
RNA dari famili Orthomyxoviridae
(virus influenza), yang menyerang unggas
dan mamalia. Gejala
yang paling umum dari penyakit ini adalah menggigil, demam, nyeri tenggorok,
nyeri otot, nyeri kepala berat, batuk,
kelemahan, dan rasa tidak nyaman secara umum.
Walaupun
sering tertukar dengan penyakit mirip influenza lainnya, terutama selesma, influenza merupakan penyakit yang
lebih berat dibandingkan dengan selesma dan disebabkan oleh jenis virus yang berbeda
Influenza dapat menimbulkan mual, dan muntah, terutama pada anak-anak, namun
gejala tersebut lebih sering terdapat pada penyakit gastroenteritis,
yang sama sekali tidak berhubungan, yang juga kadangkala secara tidak tepat
disebut sebagai "flu perut." Flu kadangkala dapat menimbulkan
pneumonia viral secara langsung maupun menimbulkan pneumonia bakterial
sekunder.
Biasanya,
influenza ditularkan melalui udara lewat batuk atau bersin, yang akan
menimbulkan aerosol yang
mengandung virus. Influenza juga dapat ditularkan melalui kontak langsung
dengan tinja burung atau ingus,
atau melalui kontak dengan permukaan yang telah terkontaminasi. Aerosol yang
terbawa oleh udara (airborne aerosols) diduga menimbulkan sebagian besar
infeksi, walaupun jalur penularan mana yang paling berperan dalam penyakin ini
belum jelas betul. Virus influenza dapat diinaktivasi oleh sinar matahari, disinfektan, dan deterjen. Sering
mencuci tangan akan mengurangi risiko infeksi karena virus dapat diinaktivasi
dengan sabun.
Influenza
menyebar ke seluruh dunia dalam epidemi
musiman, yang menimbulkan kematian 250.000 dan 500.000 orang setiap tahunnya,
bahkan sampai jutaan orang pada beberapa tahun pandemik. Rata-rata 41.400 orang
meninggal tiap tahunnya di Amerika Serikat
dalam kurun waktu antara tahun 1979 sampai 2001 karena influenza. Pada tahun 2010 Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
di Amerika Serikat mengubah cara mereka melaporkan perkiraan kematian karena
influenza dalam 30 tahun. Saat ini mereka melaporkan bahwa terdapat kisaran
angka kematian mulai dari 3.300 sampai 49.000 kematian per tahunnya.
Tiga
pandemi influenza terjadi pada abad keduapuluh dan telah menewaskan puluhan
juta orang. Tiap pandemi tersebut disebabkan oleh munculnya galur baru virus
ini pada manusia. Seringkali, galur
baru ini muncul saat virus flu yang sudah ada menyebar pada manusia dari spesies binatang
yang lain, atau saat galur virus influenza manusia yang telah ada mengambil gen baru dari virus yang biasanya
menginfeksi unggas atau babi. Galur unggas yang disebut H5N1 telah menimbulkan kekhawatiran
munculnya pandemi influenza baru, setelah kemunculannya di Asia pada tahun
1990-an, namun virus tersebut belum berevolusi menjadi
bentuk yang menyebar dengan mudah dari manusia-ke-manusia. Pada April 2009
sebuah galur virus flu baru berevolusi yang mengandung campuran gen dari flu
manusia, babi, dan unggas, yang pada awalnya disebut "flu babi" dan
juga dikenal sebagai influenza
A/H1N1, yang muncul di Meksiko,
Amerika Serikat,
dan beberapa negara lain. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara resmi
mendeklarasikan wabah ini sebagai pandemi pada 11 Juni 2009 (lihat pandemi flu 2009). Deklarasi WHO mengenai pandemi tingkat 6
merupakan indikasi penyebaran virus, bukan berat-ringannya penyakit, galur ini
sebetulnya memiliki tingkat mortalitas yang lebih rendah dibandingkan dengan
wabah virus flu biasa.

Vaksinasi terhadap influenza biasanya
tersedia bagi orang-orang di negara berkembang. Ternak unggas sering divaksinasi untuk
mencegah musnahnya seluruh ternak. Vaksin pada manusia yang paling sering
digunakan adalah vaksin influenza trivalen (trivalent influenza vaccine
[TIV]) yang mengandung antigen yang telah dimurnikan dan diinaktivasi terhadap
tiga galur virus. Biasanya, vaksin jenis ini mengandung material dari dua galur
virus influenza subtipe A dan satu galur influenza subtipe B. TIV tidak
memiliki risiko menularkan penyakit, dan memiliki reaktivitas yang sangat
rendah.
Vaksin
yang diformulasikan untuk satu tahun mungkin menjadi tidak efektif untuk tahun
berikutnya, karena virus influenza berevolusi dengan cepat, dan galur baru akan
segera benggantikan galur yang lama.
Obat-obatan
antivirus dapat dipergunakan untuk mengobati influenza, neuraminidase inhibitor
(seperti Tamiflu atau Relenza).
Jenis-jenis virus
Virus-virus
tersebut memiliki kekerabatan yang jauh dengan virus parainfluenza manusia,
yang merupakan virus RNA yang merupakan bagian dari famili paramyxovirus
yang merupakan penyebab umum dari infeksi pernapasan pada anak, seperti croup (laryngotracheobronchitis), namun dapat juga menimbulkan penyakit yang
serupa dengan influenza pada orang dewasa.
· Virus
influenza A
Genus
ini memiliki satu spesies, virus influenza A. Unggas akuatik liar merupakan
inang alamiah untuk sejumlah besar varietas influenza A. Kadangkala, virus
dapat ditularkan pada spesies lain dan dapat menimbulkan wabah yang berdampak
besar pada peternakan unggas domestik atau menimbulkan suatu pandemi influenza
manusia.
Virus
tipe A merupakan patogen manusia paling virulen di antara ketiga tipe influenza
dan menimbulkan penyakit yang paling berat. Virus influenza A dapat dibagi lagi
menjadi subdivisi berupa serotipe-serotipe yang berbeda berdasarkan
tanggapan antibodi terhadap
virus ini. Serotipe yang telah dikonfirmasi pada manusia, diurutkan berdasarkan
jumlah kematian pandemi pada manusia, adalah:
· Virus
influenza B
Genus
ini memiliki satu spesies, yaitu virus influenza B. influenza B hampir secara
eksklusif hanya menyerang manusia dan lebih jarang dibandingkan dengan
influenza A. Hewan lain yang diketahui dapat terinfeksi oleh infeksi influenza
B adalah anjing laut dan musang. Jenis influenza ini mengalami
mutasi 2-3 kali lebih lambat dibandingkan tipe A dan oleh karenanya keragaman
genetiknya lebih sedikit, hanya terdapat satu serotipe influenza B. Karena
tidak terdapat keragaman antigenik,
beberapa tingkat kekebalan
terhadap influenza B biasanya diperoleh pada usia muda. Namun, mutasi yang
terjadi pada virus influenza B cukup untuk membuat kekebalan permanen menjadi
tidak mungkin. Perubahan antigen yang lambat, dikombinasikan dengan jumlah
inang yang terbatas (tidak memungkinkan perpindahan antigen
antarspesies), membuat pandemi influenza B tidak terjadi.
· Virus
influenza C
Genus
ini memiliki satu spesies, virus influenza C, yang menginfeksi manusia, anjing,
dan babi, kadangkala menimbulkan penyakit yang berat dan epidemi lokal. Namun, influenza C lebih jarang terjadi
dibandingkan dengan jenis lain dan biasanya hanya menimbulkan penyakit ringan
pada anak-anak.
Struktur, sifat, dan
tata nama subtipe
Virus
influenza A, B, dan C sangat serupa pada struktur keseluruhannya. Partikel
virus ini berdiameter 80-120 nanometer
dan biasanya kurang-lebih berbentuk seperti bola, walaupun bentuk filamentosa
mungkin saja ada. Bentuk filamentosa ini lebih sering terjadi pada influenza C,
yang dapat membentuk struktur seperti benang dengan panjang mencapai 500 mikrometer pada
permukaan dari sel yang terinfeksi.
Namun,
walaupun bentuknya beragam, partikel dari seluruh virus influenza memiliki
komposisi yang sama. Komposisi tersebut berupa envelope virus yang mengandung dua tipe glikoprotein, yang
membungkus suatu inti pusat.
Inti
pusat tersebut mengandung genom
RNA dan protein viral lain yang membungkus
dan melindungi RNA. RNA cenderung terdiri dari satu untaian namun pada
kasus-kasus khusus dapat berupa dua untaian. Pada virus, genom virus tidak
terdiri dari satu rangkaian asam
nukleat; namun biasanya terdiri dari tujuh atau delapan bagian RNA negative-sense yang tersegmentasi,
tiap-tiap bagian RNA mengandung satu atau dua gen.
Contohya,
genom influenza A mengandung 11 gen dalam delapan bagian RNA, yang mengode 11 protein: hemagglutinin (HA), neuraminidase (NA), nukleoprotein (NP), M1, M2, NS1, NS2 (NEP: nuclear export protein),
PA, PB1 (polymerase basic 1), PB1-F2 dan PB2.
Hemagglutinin
(HA) dan neuraminidase (NA) merupakan dua flikoprotein besar yang berada di
luar partikel virus. HA merupakan lektin
yang memediasi ikatan (binding) virus terhadap sel target dan masuknya genom
virus pada sel target, sementara NA terlibat dalam lepasnya anak virus dari sel
yang terinfeksi, dengan membelah gula yang berikatan pada partikel virus
dewasa. Oleh karena itu, protein ini merupakan target bagi obat-obat antivirus.
Dan lagi, keduanya merupakan antigen, dimana antibodi terhadap antigen tersebut
dapat diciptakan.
Virus
influenza A diklasifikasikan menjadi subtipe berdasarkan respons antibodi
terhadap HA dan NA. Jenis-jenis HA dan NA tersebut merupakan pembedaan H dan N
dalam, penamaan virus, misalnya H5N1. Terdapat 16 subtipe H dan 9 subtipe N
yang telah diketahui, namun hanya H 1, 2, dan 3, serta N 1 dan 2 yang umumnya
ditemukan pada manusia.
Gejala
influenza dapat dimulai dengan cepat, satu sampai dua hari setelah infeksi.
Biasanya gejala pertama adalah menggigil atau perasaan dingin, namun demam juga
sering terjadi pada awal infeksi, dengan temperatur tubuh berkisar
38-39 °C (kurang lebih 100-103 °F). Banyak orang merasa begitu sakit sehingga
mereka tidak dapat bangun dari tempati tidur selama beberapa hari, dengan rasa
sakit dan nyeri sekujur tubuh, yang terasa lebih berat pada daerah punggung dan
kaki. Gejala influenza dapat meliputi:
- Demam dan perasaan dingin yang ekstrem (menggigil,
gemetar)
- Batuk
- Sumbatan hidung
- Nyeri tubuh, terutama sendi dan tenggorok
- Kelelahan
- Nyeri kepala
- Iritasi mata, mata berair
- Mata merah, kulit merah (terutama wajah), serta
kemerahan pada mulut, tenggorok, dan hidung
- Ruam petechiae
- Pada anak, gejala gastrointestinal seperti diare dan
nyeri abdomen, (dapat
menjadi parah pada anak dengan influenza B).
Kadangkala
sulit untuk membedakan antara selesma dan influenza pada tahap awal dari
infeksi ini, namun flu dapat diidentifikasi apabila terdapat demam tinggi
mendadak dengan kelelahan yang ekstrem. Diare biasanya bukan gejala dari
influenza dari anak, namun hal tersebut dapat dijumpai pada sebagian kasus
"flu burung" H5N1 pada manusia dan dapat menjadi gejala pada
anak-anak. Gejala yang paling sering terdapat pada influenza ditunjukkan pada
tabel di kanan.
Karena
obat-obat antivirus efektif dalam mengobati influenza apabila diberikan dini
(lihat bagian terapi
di bawah), penting untuk mengidentifikasi kasus secara dini. Dari gejala-gejala
yang disebutkan di atas, kombinasi demam dengan batuk, nyeri tenggorok dan/atau
hidung tersumbat dapat meningkatkan akurasi diagnositik. Dua penelitian
analisis keputusan menunjukkan bahwa pada saat terdapat wabah influenza lokal, prevalensinya lebih dari 70%, oleh karenanya
pasien dengan salah satu kombinasi dari gejala tersebut dapat diobati dengan inhibitor neuraminidase
tanpa pemeriksaan. Bahkan saat tidak terdapatnya wabah lokal, pengobatan dapat
dibenarkan pada pasien tua pada saat musim influenza selama prevalensinya lebih
dari 15%.
Ketersediaan
pemeriksaan laboratorium untuk influenza terus mengalami peningkatan. Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, merangkum pemeriksaan
laboratorium terbaru yang tersedia. Menurut CDC, pemeriksaan diagnostik cepat
(rapid diagnostic test) memiliki sensitivitas sebesar 70-75% dan spesifisitas
sebesar 90-95% dibandingkan dengan kultur virus. Pemeriksaan ini terutama
berguna pada musim influenza (prevalensi = 25%) tanpa adanya wabah langusng,
atau musim periinfluenza (prevalensi = 10%).
Mekanisme
Penularan
Shedding
virus influenza (waktu di mana seseorang dapat menularkan virus pada orang
lain) dimulai satu hari sebelum gejala muncul dan virus akan dilepaskan selama
antara 5 sampai 7 hari, walaupun sebagian orang mungkin melepaskan virus selama
periode yang lebih lama. Orang yang tertular influenza paling infektif pada
hari kedua dan ketiga setelah infeksi.
Jumlah virus yang dilepaskan nampaknya berhubungan dengan demam, jumlah virus yang
dilepaskan lebih besar saat temperaturnya lebih tinggi.
Anak-anak
jauh lebih infeksius dibandingkan orang dewasa dan mereka melepaskan virus
sebelum mereka mengalami gejala hingga dua minggu setelah infeksi. Penularan
influenza dapat dimodelkan secara matematis,
yang akan membantu dalam prediksi bagaimana virus menyebar dalam populasi.
influenza
dapat disebarkan dalam tiga cara utama: melalui penularan langsung (saat orang
yang terinfeksi bersin, terdapat lendir hidung yang masuk secara langsung pada
mata, hidung, dan mulut dari orang lain); melalui udara (saat seseorang
menghirup aerosol (butiran cairan kecil dalam udara) yang dihasilkan saat orang
yang terinfeksi batuk, bersin, atau meludah), dan melalui penularan
tangan-ke-mata, tangan-ke-hidung, atau tangan-ke-mulut, baik dari permukaan
yang terkontaminasi atau dari kontak personal langsung seperti bersalaman. Moda
penularan mana yang terpenting masih belum jelas, namun semuanya memiliki
kontribusi dalam penyebaran virus. Pada rute penularan udara, ukuran droplet
yang cukup kecil untuk dihirup berdiameter 0,5 sampai 5 μm dan inhalasi satu droplet mungkin cukup
untuk menimbulkan infeksi. Walaupun satu kali bersin dapat melepaskan sampai
40.000 droplet, sebagian besar dari droplet tersebut cukup besar dan akan
hilang dari udara dengan cepat. Seberapa lama virus influenza dapat bertahan
dalam droplet udara nampaknya dipengaruhi oleh kadar kelembaban dan radiasi ultraviolet:
kelembaban rendah dan kurangnya cahaya matahari pada musim dingin membantu
kebertahanan virus ini.
Karena
virus influenza dapat bertahan di luar tubuh, virus ini juga dapat ditularkan
lewat permukaan yang terkontaminasi seperti lembaran uang, gagang pintu, saklar
lampu, dan benda-benda rumah tangga lainnya. Lamanya waktu virus dapat bertahan
pada suatu permukaan beragam, virus dapat bertahan selama satu atau dua hari
pada permukaan yang keras dan tidak berpori seperti plastik atau metal, selama
kurang lebih lima belas menit pada kertas tissue kering, dan hanya lima menit
pada kulit. Namun, apabila virus terdapat dalam mukus/lendir, lendir tersebut
dapat melindungi virus sehingga bertahan dalam waktu yang lama (sampai 17 hari
pada uang kertas). Virus flu burung dapat bertahan dalam waktu yang belum
diketahui saat berada dalam keadaan beku. Virus mengalami inaktivasi oleh
pemanasan sampai 56 °C (133 °F) selama minimun 60 menit, dan juga
oleh asam (pada pH <2).
Patofisiologi
Mekanisme
bagaimana infeksi influenza dapat menimbulkan gejala pada manusia telah dipelajari
secara intensif.
Salah
satu mekanisme yang dipercaya adalah dengan inhibisi hormone adrenokortikotropik
(ACTH/Adrenocorticotropic Hormone) yang menimbulkan penurunan kadar hormon
kortisol. Mengetahui gen mana yang terkandung dalam galur virus tertentu dapat
membantu memprediksi bagaimana virus tersebut dapat menular dan seberat apa
infeksi yang akan terjadi (memprediksi patofisiologi dari suatu galur virus).
Contohnya,
bagian dari proses yang memungkinkan virus influenza menginvasi suatu sel
adalah penguraian dari protein hemagglutinin virus oleh salah satu enzim protease manusia.
pada virus yang infeksinya bersifat ringan dan avirulen, struktur hemagglutinin
yang ada hanya dapat diurai oleh protease yang ditemukan dalam tenggorok dan
paru, sehingga virus ini tidak dapat menginfeksi jaringan lain. Namun, pada
galur yang sangat virulen, seperti H5N1, hemagglutinin yang terkandung dalam
virus dapat diurai oleh varietas protease yang beragam, sehingga memungkinkan
virus menyebar ke seluruh tubuh.
Protein
hemagglutinin virus bertanggung jawab baik dalam menentukan spesies mana yang
dapat diinfeksi oleh suatu galur virus maupun lokasi saluran pernapasan mana yang dapat
berikatan dengan suatu galur virus influenza. Galur yang dapat ditularkan
dengan mudah dari manusia-ke-manusia memiliki protein hemagglutinin yang
berikatan dengan reseptor pada saluran pernapasan bagian atas, seperti pada
hidung, tenggorok, dan mulut. Sebaliknya, strain H5N1 yang sangat berbahaya
berikatan dengan reseptor yang paling banyak ditemukan di dalam paru. Perbedaan
pada tempat infeksi ini mungkin merupakan bagian dari alasan mengapa galur H5N1
menimbulkan pneumonia virus yang berat pada paru, namun tidak ditularkan dengan
mudah melalui batuk dan bersin.
Gejala
yang sering terdapat pada flu seperti demam, nyeri kepala, dan kelelahan
merupakan hasil dari sejumlah besar sitokin dan chemokin proinflamasi (seperti interferon atau tumor necrosis factor (TNF)) yang
diproduksi oleh sel yang terinfeksi influenza. Tidak seperti rhinovirus yang
menimbulkan selesma (common cold/masuk angin), influenza menimbulkan kerusakan
jaringan, sehingga gejala yang terjadi tidak seluruhnya disebabkan oleh respons
inflamasi. Respons imun yang besar ini dapat menimbulkan “badai sitokin” yang
dapat mengancam nyawa. Kejadian ini diduga merupakan penyebab dari kematian
yang tidak biasa baik pada flu burung H5N1, dan galur pandemik 1918. Namun,
kemungkinan lainnya adalah sejumlah besar sitokin yang dihasilkan hanya
merupakan hasil dari replikasi virus yang sangat besar yang ditimbulkan oleh
galur tersebut, dan respons imun tidak memberikan kontribusi pada penyakit.
Pencegahan
Vaksinasi
a) Vaksinasi
influenza.
Vaksinasi
terhadap influenza dengan vaksin influenza sering direkomendasikan pada
kelompok risiko tinggi, seperti anak-anak dan lansia, atau pada penderita asma, diabetes, penyakit jantung,
atau orang-orang yang mengalami gangguan imun.
Vaksin
influenza dapat diproduksi lewat beberapa cara; cara yang paling umum adalah
dengan menumbuhkan virus pada telur ayam yang telah dibuahi. Setelah
dimurnikan, virus kemudian akan diaktivasi (misalnya, dengan detergen) untuk
menghasilkan vaksin virus yang tidak aktif. Sebagai alternatif, virus dapat
ditumbuhkan pada telur sampai kehilangan virulensinya kemudian virus yang
avirulen diberikan sebagai vaksin hidup. Efektivitas dari vaksin influenza
beragam. Karena tingkat mutasi virus yang sangat tinggi, vaksin influenza
tertentu biasanya memberikan perlindungan selama tidak lebih dari beberapa
hari. Setiap tahunnya, WHO memprediksikan galur virus mana yang paling mungkin
bersirkulasi pada tahun berikutnya, sehingga memungkinkan perusahaan farmasi
untuk mengembangkan vaksin yang akan menyediakan kekebalan yang terbaik
terhadap galur tersebut. Vaksin
juga telah dikembangkan untuk melindungi ternak unggas dari flu burung. Vaksin
ini dapat efektif terhadap beberapa galur dan dipergunakan baik sebagai
strategi preventif, atau dikombinasikan dengan culling (pemuliaan) sebagai
usaha untuk melenyapkan wabah.
Terdapat
kemungkinan terkena influenza walaupun telah divaksin. Vaksin akan diformulasi
ulang tiap musim untuk galur flu spesifik namun tidak dapat mencakup semua
galur yang secara aktif menginfeksi seluruh manusia pada musim tersebut.
Memerlukan waktu selama enam bulan bagi manufaktur untuk memformulasikan dan
memproduksi jutaan dosis yang diperlukan untuk menghadapi epidemi musiman;
kadangkala, galur baru atau galur yang tidak diduga menonjol pada waktu
tertentu dan menginfeksi orang-orang walaupun mereka telah divaksinasi (seperti
yang terjadi pada Flu Fujian H3N2 pada musim flu 2003-2004). Juga
terdapat kemungkinan mendapatkan infeksi sebelum vaksinasi dan menjadi sakit
oleh galur yang seharusnya dicegah oleh vaksinasi, karena vaksin memerlukan
waktu dua minggu sebelum menjadi efektif.
Pada
musim 2006-2007, CDC pertama kalinya merekomendasikan anak yang berusia kurang
dari 59 bulan untuk menerima vaksin influenza tahunan. Vaksin dapat menimbulkan
sistem imun untuk bereaksi saat tubuh menerima infeksi yang sebenarnya, dan
gejala infeksi umum (banyak gejala selesma dan flu hanya merupakan gejala
infeksi umum) dapat muncul, walaupun gejala tersebut biasanya tidak seberat
atau bertahan selama influenza. Efek samping yang paling berbahaya adalah
reaksi alergi berat baik pada material virus maupun residu dari telur ayam yang
dipergunakan untuk menumbuhkan virus influenza; namun reaksi tersebut sangatlah
jarang.
Sebagai
tambahan selain vaksinasi terhadap influenza musiman, peneliti berusaha untuk
mengembangkan vaksin terhadap kemungkinan pandemi influenza. Perkembangan ,
produksi, dan distribusi vaksin inluenza pandemik yang cepat dapat
menyelamatkan nyawa jutaan orang pada saat terjadi pandemi inluenza. Karena
hanya terdapat waktu yang singkat antara identifikasi galur pandemik dan
kebutuhan vaksinasi, para peneliti sedang mencari pilihan moda produksi vaksin
selain melalui telur. Teknologi vaksin hidup yang diinaktivasi (berbasis telur
atau berbasis sel), dan teknologi rekombinan (protein dan partikel mirip
virus), akan memberikan akses real time yang lebih baik dan dapat diproduksi
dengan lebih terjangkau, sehingga meningkatkan akses bagi orang-orang yang
hidup di negara-negara berpenghasilan sedang dan rendah, dimana kemungkinan
pandemi berasal. Sampai Juli 2009, lebih dari 70 uji klinis yang diketahui
telah dilaksanakan atau sedang dilaksanakan mengenai vaksin influenza pandemi.
Pada September 2009, Badan POM Amerika Serikat menyetujui empat vaksin terhadap
virus influenza H1N1 2009 (galur pandemik pada saat itu), dan meminta stok
vaksin tersebut tersedia dalam bulan selanjutnya.
b) Pengendalian
infeksi
Cara
yang cukup efektif untuk menurunkan penularan influenza salah satunya adalah
menjaga kesehatan pribadi dan kebiasaan higienis yang baik: seperti tidak
menyentuh mata, hidung dan mulut;
sering mencuci
tangan (dengan air dan sabun, atau dengan cairan pencuci berbasis
alkohol); menutup mulut dan hidung saat batuk dan
bersin, menghindari kontak dekat dengan orang yang sakit; dan tetap berada di
rumah sendiri saat sedang sakit. Tidak meludah juga disarankan. Walaupun masker
wajah dapat membantu mencegah penularan saat merawat orang yang sakit terdapat
bukti-bukti yang bertentangan mengenai manfaat hal tersebut pada masyarakat. Merokok
meningkatkan risiko penularan influenza, dan juga menimbulkan gejala penyakit
yang lebih berat.
Karena
influenza menyebar melalui aerosol dan kontak dengan permukaan yang
terkontaminasi, pembersihan permukaan tersebut dapat membantu mencegah sebagian
dari infeksi. Alkohol
merupakan bahan sanitasi yang efektif terhadap virus influenza, sementara
senyawa amonium kuarterner dapat dipergunakan bersamaan dengan alkohol sehingga
efek sanitasi tersebut dapat bertahan lebih lama. Di rumah sakit, senyawa
amonium kuarterner dan bahan pemutih dipergunakan
untuk membersihkan ruangan dan peralatan yang sebelumnya dipakai oleh pasien
dengan gejala influenza. Di rumah, hal tersebut dapat dilakukan dengan efektif
dengan mempergunakan bahan pemutih chlorine yang diencerkan.
Pada
pandemi yang lalu, penutupan sekolah, gereja, dan bioskop memperlambat
penyebaran virus namun tidak memiliki dampak yang besar terhadap angka kematian
keseluruhan. Belum dapat dipastikan apakah menurunkan pertemuan publik,
misalnya dengan menutup sekolah dan tempat kerja, akan menurunkan penularan
karena orang yang menderita influenza bisa saja masih berpindah dari satu
tempat ke tempat yang lain; pendekatan seperti ini juga akan sulit untuk
dilakukan dan mungkin tidak disukai. Apabila sejumlah kecil orang mengalami
infeksi, mengisolasi orang yang sedang sakit dapat mengurangi risiko penularan.
c) Pengobatan
Orang
yang menderita flu disarankan untuk banyak beristirahat, meminum banyak cairan,
menghindari penggunaan alkohol
dan rokok, dan apabila
diperlukan, mengonsumsi obat seperti asetaminofen (parasetamol) untuk
meredakan gejala demam dan nyeri otot yang berhubungan dengan flu. Anak-anak
dan remaja dengan gejala flu (terutama demam) sebaiknya menghindari penggunaan aspirin pada saat
infeksi influenza (terutama influenza tipe B), karena hal tersebut dapat
menimbulkan Sindrom Reye, suatu penyakit hati yang langka namun memiliki potensi
menimbulkan kematian. Karena influenza disebabkan oleh virus, antibiotik tidak
memiliki pengaruh terhadap infeksi; kecuali diberikan untuk infeksi sekunder seperti pneumonia bakterialis.
Pengobatan antiviral dapat efektif, namun sebagian galur inflenza dapat
menunjukkan resistensi terhadap obat-obat antivirus standar.
Dua
kelas obat antivirus yang dipergunakan terhadap influenza adalah inhibitor
neuraminidase dan inhibitor protein M2 (derivat adamantane). Inhibitor
neuraminidase saat ini lebih disukai terhadap infeksi virus karena kurang
toksik dan lebih efektif. CDC merekomendasikan untuk tidak mempergunakan
inhibitor M2 pada musim influenza 2005-06 karena tinginya tingkat resistensi obat. Karena wanita hamila
nampaknya akan terkena dampak yang lebih besar dibandingkan dengan populasi
umum oleh virus influenza H1N1 2009, pengobatan segera dengan obat-obat anti
influenza telah direkomendasikan. Pada Konferensi Pers influenza H1N1 November
2009, WHO merekomendasikan orang pada kelompok risiko tinggi, termasuk wanita
hamil, anak berusia kurang dari dua tahun dan orang dengan masalah pernapasan,
agar mulai mengkonsumsi obat-obat antivirus segera setelah mereka mengalami
gejala flu. Obat antiirus yang dipergunakan termasuk oseltamivir (Tamiflu) dan
zanamivir (Relenza).
Sumber referensi : http://id.wikipedia.org/wiki/Influenza
0 komentar:
Posting Komentar