Human Immunodeficiency Virus
06.16 |
Virus imunodifisiensi manusia
(bahasa Inggris:
human
immunodeficiency virus; HIV
) adalah suatu virus
yang dapat menyebabkan penyakit AIDS.
Virus ini menyerang manusia dan menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh,
sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan infeksi. Dengan kata lain, kehadiran
virus ini dalam tubuh akan menyebabkan defisiensi (kekurangan) sistem imun.
Pada
tahun 1983, Jean Claude Chermann dan Françoise Barré-Sinoussi dari Perancis berhasil
mengisolasi HIV untuk pertama kalinya dari seorang penderita sindrom limfadenopati. Pada
awalnya, virus itu disebut ALV (lymphadenopathy-associated virus)
Bersama dengan Luc
Montagnier, mereka membuktikan bahwa virus tersebut merupakan
penyebab AIDS. Pada awal tahun 1984, Robert Gallo dari Amerika Serikat
juga meneliti tentang virus penyebab AIDS yang disebut HTLV-III. Setelah
diteliti lebih lanjut, terbukti bahwa ALV dan HTLV-III merupakan virus yang
sama dan pada tahun 1986, istilah yang digunakan untuk menyebut virus tersebut
adalah HIV, atau lebih spesifik lagi disebut HIV-1.
Tidak
lama setelah HIV-1 ditemukan, suatu subtipe baru ditemukan di Portugal dari
pasien yang berasal dari Afrika Barat dan kemudian disebut HIV-2. Melalui kloning dan analisis
sekuens (susunan genetik), HIV-2 memiliki perbedaan sebesar 55% dari HIV-1 dan
secara antigenik berbeda. Perbedaan terbesar lainnya antara kedua strain
(galur) virus tersebut terletak pada glikoprotein selubung. Penelitian lanjutan
memperkirakan bahwa HIV-2 berasal dari SIV (retrovirus yang menginfeksi primata) karena
adanya kemiripan sekuens dan reaksi silang antara antibodi terhadap kedua jenis
virus tersebut.
Klasifikasi
Kedua
spesies HIV yang menginfeksi manusia (HIV-1 dan -2) pada mulanya berasal dari
Afrika barat dan tengah, berpindah dari primata ke manusia
dalam sebuah proses yang dikenal sebagai zoonosis. HIV-1
merupakan hasil evolusi dari simian immunodeficiency virus
(SIVcpz) yang ditemukan dalam subspesies simpanse, Pan
troglodyte troglodyte. Sedangkan, HIV-2 merupakan spesies virus hasil
evolusi strain SIV yang berbeda (SIVsmm), ditemukan pada Sooty mangabey,
monyet dunia lama Guinea-Bissau.
Sebagian besar infeksi HIV di dunia disebabkan oleh HIV-1 karena spesies virus
ini lebih virulen dan lebih mudah menular dibandingkan HIV-2. Sedangkan, HIV-2
kebanyakan masih terkurung di Afrika barat.
Berdasarkan
susuanan genetiknya, HIV-1 dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu M, N, dan
O. Kelompok HIV-1 M terdiri dari 16 subtipe yang berbeda. Sementara pada
kelompok N dan O belum diketahui secara jelas jumlah subtipe virus yang
tergabung di dalamnya. Namun, kedua kelompok tersebut memiliki kekerabatan
dengan SIV dari simpanse. HIV-2 memiliki 8 jenis subtipe yang diduga
berasal dari Sooty
mangabey yang berbeda-beda.
Apabila
beberapa virus HIV dengan subtipe yang berbeda menginfeksi satu individu yang
sama, maka akan terjadi bentuk rekombinan sirkulasi (circulating recombinant
forms - CRF) (bahasa
Inggris: circulating
recombinant form, CRF). Bagian dari genom beberapa subtipe HIV
yang berbeda akan bergabung dan membentuk satu genom utuh yang baru. Bentuk
rekombinan yang pertama kali ditemukan adalah rekombinan AG dari Afrika tengah
dan barat, kemudian rekombinan AGI dari Yunani dan Siprus, kemudian rekombinan AB dari Rusia dan AE dari Asia tenggara. Dari
seluruh infeksi HIV yang terjadi di dunia, sebanyak 47% kasus disebabkan oleh
subtipe C, 27% berupa CRF02_AG, 12,3% berupa subtipe B, 5.3% adalah subtipe D
dan 3.2% merupakan CRF AE, sedangkan sisanya berasal dari subtipe dan CRF lain.
Struktur dan Materi
Genetik
HIV
memiliki diameter 100-150 nm dan berbentuk sferis (spherical) hingga
oval karena bentuk selubung yang menyelimuti partikel virus (virion). Selubung
virus berasal dari membran sel inang yang sebagian besar tersusun dari lipida.
Di dalam selubung terdapat bagian yang disebut protein matriks.
Bagian internal dari HIV
terdiri dari dua komponen utama, yaitu genom dan kapsid. Genom
adalah materi genetik pada bagian inti virus yang berupa dua kopi utas tunggal
RNA. Sedangkan, kapsid adalah protein yang membungkus dan melindungi genom.
Berbeda
dengan sebagian besar retrovirus yang hanya memiliki tiga gen (gag, pol,
dan env), HIV memiliki enam gen tambahan (vif, vpu, vpr, tat, ref,
dan nef). Gen-gen tersebut disandikan oleh RNA virus yang berukuran 9
kb. Kesembilan gen tersebut dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan
fungsinya, yaitu gen penyandi protein struktural (Gag, Pol, Env), protein
regulator (Tat, Rev), dan gen aksesoris (Vpu hanya pada HIV-1, Vpx hanya pada
HIV-2; Vpr, Vif, Nef).
Siklus Hidup
Seperti virus lain pada
umumnya, HIV hanya dapat bereplikasi dengan memanfaatkan sel inang. Siklus
hidup HIV diawali dengan penempelan partikel virus (virion) dengan reseptor
pada permukaan sel inang, di antaranya adalah CD4, CXCR5, dan CXCR5. Sel-sel
yang menjadi target HIV adalah sel dendritik, sel T, dan makrofaga. Sel-sel
tersebut terdapat pada permukaan lapisan kulit dalam (mukosa) penis, vagina, dan oral yang biasanya menjadi tempat awal
infeksi HIV. Selain itu, HIV juga dapat langsung masuk ke aliran darah dan
masuk serta bereplikasi di noda limpa.
Setelah
menempel, selubung virus akan melebur (fusi) dengan membran sel sehingga isi
partikel virus akan terlepas di dalam sel. Selanjutnya, enzim transkriptase balik yang dimiliki HIV akan mengubah genom
virus yang berupa RNA menjadi DNA. Kemudian, DNA virus akan dibawa ke inti sel
manusia sehingga dapat menyisip atau terintegrasi dengan DNA manusia. DNA virus
yang menyisip di DNA manusia disebut sebagai provirus dan dapat bertahan cukup
lama di dalam sel. Saat sel teraktivasi, enzim-enzim tertentu yang dimiliki sel
inang akan memproses provirus sama dengan DNA manusia, yaitu diubah menjadi mRNA.
Kemudian, mRNA akan dibawa
keluar dari inti sel dan menjadi cetakan untuk membuat protein dan enzim HIV.
Sebagian RNA dari provirus yang merupakan genom RNA virus. Bagian genom RNA
tersebut akan dirakit dengan protein dan enzim hingga menjadi virus utuh. Pada
tahap perakitan ini, enzim
protease virus berperan penting untuk memotong protein panjang
menjadi bagian pendek yang menyusun inti virus. Apabila HIV utuh telah matang,
maka virus tersebut dapat keluar dari sel inang dan menginfeksi sel berikutnya.
Proses pengeluaran virus tersebut melalui pertunasan (budding), di mana virus
akan mendapatkan selubung dari membran permukaan sel inang.
Deteksi HIV
Umumnya, ada tiga tipe
deteksi HIV, yaitu tes PCR, tes antibodi HIV, dan tes antigen HIV. Tes reaksi berantai polimerase (PCR) merupakan
teknik deteksi berbasis asam nukleat (DNA dan RNA) yang dapat mendeteksi
keberadaan materi genetik HIV di dalam tubuh manusia. Tes ini sering pula
dikenal sebagai tes beban virus atau tes amplifikasi asam nukleat (HIV NAAT).
PCR DNA biasa merupakan metode kualitatif yang hanya bisa mendeteksi ada atau
tidaknya DNA virus. Sedangkan, untuk deteksi RNA virus dapat dilakukan dengan
metode real-time PCR yang merupakan metode kuantitatif. Deteksi asam
nukleat ini dapat mendeteksi keberadaan HIV pada 11-16 hari sejak awal infeksi
terjadi. Tes ini biasanya digunakan untuk mendeteksi HIV pada bayi yang baru
lahir, namun jarang digunakan pada individu dewasa karena biaya tes PCR yang
mahal dan tingkat kesulitan mengelola dan menafsirkan hasil tes ini lebih
tinggi bila dibandingkan tes lainnya.
Tes antigen dapat
mendeteksi antigen (protein P24) pada HIV yang memicu respon antibodi. Pada
tahap awal infeksi HIV, P24 diproduksi dalam jumlah tinggi dan dapat ditemukan
dalam serum darah. Tes antibodi dan tes antigen digunakan secara
berkesinambungan untuk memberikan hasil deteksi yang lebih akurat dan lebih
awal. Tes ini jarang digunakan sendiri karena sensitivitasnya yang rendah dan
hanya bisa bekerja sebelum antibodi terhadap HIV terbentuk.
Penularan dan Pencegahan
HIV dapat ditularkan
melalui injeksi langsung ke aliran darah, serta kontak membran mukosa atau
jaringan yang terlukan dengan cairan tubuh tertentu yang berasal dari penderita
HIV. Cairan tertentu itu meliputi darah,
semen, sekresi vagina, dan ASI.
Beberapa jalur penularan HIV yang telah diketahui adalah melalui hubungan
seksual, dari ibu ke anak (perinatal), penggunaan obat-obatan intravena,
transfusi dan transplantasi,
serta paparan pekerjaan.
Hubungan seksual
Menurut data WHO, pada tahun 1983-1995, sebanyak 70-80%
penularan HIV dilakukan melalui hubungan heteroseksual, sedangkan 5-10% terjadi
melalui hubungan homoseksual. Kontak seksual melalui vagina dan anal memiliki
resiko yang lebih besar untuk menularkan HIV dibandingkan dengan kontak seks
secara oral. Beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan resiko penularan
melalui hubungan seksual adalah kehadiran penyakit menular seksual, kuantitas beban virus,
penggunaan douche. Seseorang
yang menderita penyakit menular seksual lain (contohnya: sifilis, herpes genitali, kencing nanah, dsb.)
akan lebih mudah menerima dan menularkan HIV kepada orang lain yang berhubungan
seksual dengannya. Beban virus merupakan jumlah virus aktif yang ada di dalam
tubuh. Penularah HIV tertinggi terjadi selama masa awal dan akhir infeksi HIV
karena beban virus paling tinggi pada waku tersebut. Pada rentan waktu
tersebut, beberapa orang hanya menimbulkan sedikit gejala atau bahkan tidak
sama sekali. Penggunaan douche dapat meningkatkan resiko penularan HIV karena
menghancurkan bakteri baik di
sekitar vagina dan anus yang memiliki fungsi proteksi. Selain itu, penggunaan
douche setelah berhubungan seksual dapat menekan bakteri penyebab penyakit
masuk ke dalam tubuh dan mengakibatkan infeksi.
Pencegahan
HIV melalui hubungan seksual dapat dilakukan dengan tidak berganti-ganti
pasangan dan menggunakan kondom. Cara
pencegahan lainnya adalah dengan melakukan hubungan seks tanpa menimbulkan
paparan cairan tubuh. Untuk menurunkan beban virus di dalam saluran kelamin dan
darah, dapat digunakan terapi anti-retroviral.
Sumber referensi : http://id.wikipedia.org/wiki/HIV
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
mantap virusnya.
apalagi virus cinta..
kwek kwek kwek
Posting Komentar